Jumat, 24 Juni 2011

PLTN dan LINGKUNGAN


Kebutuhan energi bagi Indonesia di tahun 2025 nantinya diperkirakan akan menjadi lebih dari tiga kali lipat kebutuhan sekarang. Memang benar, kita masih memiliki tenaga air, angin, surya, dan gelombang untuk memenuhi kebutuhan manusia, tapi sayangnya baik secara teknologis maupun kapasitas, tidak bisa banyak membantu kebutuhan Indonesia di tahun 2025. Potensi energi geothermal sebenarnya cukup besar, tetapi sumber ini tidak selalu tersedia di tempat yang membutuhkan, dan susah di jangkau.
Semua negara yang berpenduduk besar di dunia telah menggunakan PLTN untuk mencukupi kebutuhan listriknya, karena sumber energi ini selain ramah lingkungan juga berintensitas tinggi. Bahan bakar nuklir merupakan anugerah tuhan kepada manusia yang bila tidak dimanfaatkan maka akan terbuang percuma, karena ia akan meluruh dengan sendirinya. Tanpa eksplorasi baru, cadangan bahan bakar nuklir dunia saat ini saja sudah cukup untuk kebutuhan energi hingga 100 tahun lagi. Dengan pengolahan dan pembiakan, bahan bakar nuklir bahkan akan mampu mencukupi kebutuhan energi hingga 3600 tahun ke depan. Indonesia memiliki bahan bakar nuklir yang bila perlu langsung dapat dimanfaatkan.
Ditinjau dari berbagai aspek, termasuk teknologi, ekonomi, lingkungan, maupun energi security, pemanfaatan nuklir untuk listrik merupakan keniscayaan yang banyak manfaatnya terhadap kesejahteraan masyarakat. Tidak hanya untuk kebutuhan listrik saja tapi juga bisa dimanfaatkan untuk kepentingan-kepentingan lain, misalnya dalam bidang pertaniaan, sekarang yang telah banyak di manfaatkan masyarakat seperti varietas unggul padi (Mira-1, bestari dan cisantana), gandum dan sorgum, teknologi nuklir juga dimanfaatkan di bidang kesehatan yaitu untuk mendeteksi fungsi ginjal seperti alat yang dibuat oleh PRPN-BATAN yang sudah digunakan di Yangoon General Hospital di Myanmar (Sumanto), selain itu juga digunakan untuk mengindentifikasi penanggalan air tanah modern (Pujindiyati). Dalam kaitan dengan perkembangan ketahanan energy global, teknologi nuklir mulai memainkan peran signifikan dalam penyediaan sumber energy melalui suplai listrik dunia.
Namun pro kontra dalam pembangunan PLTN selalu muncul termasuk di Indonesia, padahal ditinjau dari lingkup kelengkapan peraturan ketenaganukliran,  pemanfaatan nuklir untuk pembangkit energy sangat mengedepankan aspek pengawasan, keamanan, dan keselamatan (safeguards, security and safety).
Adanya penolakan beberapa elemen masyarakat di sebabkan oleh pemahaman yang kurang tepat terhadap berbagai aspek terkait PLTN tersebut. Pemberian pengetahuan IPTEK nuklir kepada masyarakat harus lebih ditingkatkan lagi, terutama untuk yang belum terkena pengaruh gerakan anti nuklir. Gerakan ini muncul di dunia sekitar tahun 1950an ketika Uni sovyet meledakkan senjata nuklirnya yang pertama tahun 1949 yang disusul oleh inggris tahun 1952. Motivasi awal gerakan anti nuklir adalah menentang penggunaan nuklir untuk senjata pemusna oleh pemerintahan mereka. Di Indonesia, sayangnya, rencana pembangunan PLTN selalu terbentur pada tekanan sosial politik dan ekonomi yang begitu besar. Jika kondisi ini terus belanjut di masa-masa mendatang, kemajuan dan kesejahteraan penduduk Indonesia diperkirakan akan menjadi tertinggal dibanding negara-negara berkembang lain di dunia ini yang memutuskan untuk membangun pembangkit listrik dengan sumber bahan bakar nuklir. Tidak diragukan lagi bahwa energi merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraannya.
Dalam kaitan antara pemanfaatan energi dan lingkungan, presiden AS Barrack Obama dalam sambutannya pada pertemuan tentang aspek nuklir di Praha, Ceko pada 5 april 2009 menyatakan “ Untuk melindungi bumi, kini saatnya kita perlu mengubah pola pemanfaatan energi. Kita harus hadapi perubahan cuaca, dengan mengakhiri ketergantungan dunia terhadap bahan bakar fosil”. Menurut angka statistik, saat ini 72% dari semua energi yang dikonsumsi di dunia adalah dihasilkan dengan membakar bahan bakar fosil, 7,8 dari hasil pembakaran biomassa, 4,2 dari penggunaan energi hidrolik dan 16% dari energy nuklir. Dengan kata lain, sebagian besar energy kita adalah energy tidak terbaharukan. (M. D. sormin)
Kaitannya dengan lingkungan, dalam prosesnya pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) tidak ada pembakaran unsur karbon sehingga tidak menimbulkan emisi CO2, SOx, VHC, NOx, yang menjadi penyebab efek rumah kaca dan hujan asam. Prancis adalah salah satu contoh negara yang berhasil mengurangi emisi CO2 dan SO2 secara signifikan karena penggunaan tenaga nuklir secara besar-besaran untuk pembangkit tenaga listrik. Sebaliknya negara-negara seperti China dan Amerika mempunyai andil yang besar dalam meningkatkan emisi CO2 karena menggunakan bahan bakar fosil besar-besaran dalam penyediaan energinya.
Walaupun demikian bukan perkara mudah untuk membuat publicc mengerti akan sesuatu yang baru apalagi teknologinya yang dianggap canggih. Di perlukan cara yang sangat arif dan bijaksana, bagaimana agar knowledge kepada masyarakat bisa berjalan dengan baik dan sikap saling terbuka dan percaya. Terbuka dalam artian dijelaskan secara jujur apa saja manfaaat dan resiko yang bisa ditimbulkan berdasarkan fakta-fakta yang sebenar-benarnya. Sehingga pengetahuan masyarakat semakin balance dan akhirnya masyarakat bisa menilai dengan adil tanpa pengaruuh dan tekanan pihak manapun. Itulah yang menjadi tugas besar, tidak hanya pemerintah, tetapi juga bagi mereka yang benar-benar mengerti akan kondisi dan situasi yang sebenarnnya tentang PLTN itu sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar