Jumat, 24 Juni 2011

PANGKALPINANG MENUJU KOTA YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN

      Kota Pangkalpinang adalah ibukota provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Provinsi yang terletak di sebelah timur pulau Sumatera ini, resmi dideklarasikan menjadi provinsi sejak tahun 2000. Luas wilayah Kota Pangkalpinang adalah 118,408 km2 dengan jumlah penduduk 146.161 jiwa. Penduduk Kota Pangkalpinang berkembang dengan heterogen yang didominasi etnis Melayu dan etnis Cina suku Hakka yang datang dari Guangzhou. Ditambah sejumlah suku pendatang seperti Batak, Minangkabau, Palembang, Sunda, Jawa, Madura, Banjar, Bugis, Manado, Flores, dan Ambon.
        Kota Pangkalpinang memiliki peran strategis sebagai pusat pemerintahan dan pintu gerbang perdagangan dan pariwisata provinsi Bangka Belitung. Provinsi ini sejak lebih dari 2 abad dikenal sebagai daerah penghasil timah dan lada dunia. Dua komiditi inilah yang menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Bangka Belitung. Timah sejak 2 abad yang lalu sampai sekarang merupakan ujung tombak perekonomian masyarakat Bangka Belitung. Hampir di seluruh wilayah Bangka Belitung terdapat kegiatan penambangan timah baik di daratan maupun di lautan. Dari kegiatan penambangan timah ini, setiap penambang bisa mendapat penghasilan antara Rp 60.000-100.000 per hari bahkan lebih. Besarnya jumlah uang yang dihasilkan ini membuat banyak masyarakat menggantungkan hidupnya dari penambangan timah.
      Aktivitas penambangan timah ini selain menjadi mesin uang bagi masyarakat, juga memberikan dampak kerusakan lingkungan yang parah. Dari data kementrian lingkungan hidup menyebutkan lebih dari 69% lahan di Bangka Belitung dalam keadaan kritis dan 90% DAS (Daerah Aliran Sungai) di Bangka rusak berat. Selain itu, Josep E. Stiglitz mengkhawatirkan dalam tulisannya escaping the resource curse akan muncul “ penyakit” dutch disease. “ ketika ketergantungan akan tambang melupakan sumber daya yang lain, sehingga ketika barang tambang itu habis maka hilanglah sumber penghidupan masyarakat itu. Ini merupakan ancaman yang berbahaya namun sering dilupakan oleh banyak orang. Berangkat dari kondisi ini kota pangkalpinang menggagas konsep masa depan kotanya dengan Pangkalpinang Green City dengan tema Green For welfare.

Apakah sebuah kota yang banyak mengeluarkan ruang terbuka hijau bisa dinamakan dengan green City?
      Istilah Green City bukan hanya kota yang banyak hijaunya, itu adalah salah satu bagian. Green City adalah kota yang seimbang secara lingkungan, pertumbuhan ekonomi yang baik dan juga kota yang memberikan ruang-ruang bagi aktivitas sosial. Menurut Ridwan Kamil, Green City adalah konsep yang komprehensif yang bisa kita nilai dengan beberapa hal. Pertama, kota yang padat tetapi nyaman yang lazim disebut dengan istilah compact development. Kedua, kota yang mempunyai konsep mobilitas artinya transportasi publik berjalan dengan baik. Ketiga, kota yang ekologis artinya yang tercermin dari banyaknya Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang proporsional. Keempat, kota dengan arsitektur bangunan hemat energi yang salah satunya mengoptimalkan pemanfaatan cahaya matahari dan meminimalkan energi tambahan seperti AC dan listrik.

Pangkalpinang Green City
     Sebagai kota yang tumbuh di tengah isu kerusakan lingkungan akibat penambangan timah, sudah seharusnya kalau pemerintahan Pangkalpinang membuat konsep pembangunan masa depan kota yang berwawasan lingkungan. Setidaknya ada dua hal yang mendasari itu. Pertama, Pangkalpinang sebagai ibukota adalah cermin dari provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Kedua, tidak selamanya perekonomian bisa bergantung dari aktivitas penambangan timah.
       Dari kedua hal diatas konsep Pangkalpinang Green City, harus bisa menggabungkan konsep perbaikan lingkungan dan keberlanjutan perekonomian masyarakat dalam sebuah rencana pembangunan kota kedepan. Para pemangku kebijakan harus bisa bekerjasama dan menunjukkan langkah yang progresif untuk membangun Green City tidak hanya dari perspektif ekologi tetapi juga perspektif sosial dan ekonomi. Green For Welfare adalah sebuah semangat untuk menunjukkan sebuah komitmen pembangunan kota yang berwawasan lingkungan untuk menyejahterakan masyarakat. 
        Pembangunan kota kedepan harus menjamin keberlanjutan lingkungan dengan memperhatikan ecological networks. Hal ini ditunjukkan dengan konservasi keanekaragamanhayati (biodiversity), komitmen menyediakan ruang terbuka hijau yang proporsional, pengembangan manajemen lahan, air secara terpadu dan pemanfaatan lahan pasca tambang timah menjadi kawasan yang bernilai ekonomis tinggi. Semangat ini tidak hanya sekedar aksi penghijauan semata, tetapi lebih dari itu sebuah komitmen untuk menjadikan masyarakat Pangkalpinang hidup sejahtera.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar