Maraknya virus korupsi yang terjadi
dinegeri ini tak lain dan tak bukan dikarenakan negeri ini mengalami krisis keteladanan
yang luar biasa dasyat. Korupsi sudah menjadi hal yang biasa dikalangan
masyarakat, lihat saja dalam kesehariannya korupsi terjadi di setiap lapisan
masyarakat, mulai kasta terendah sampai kasta tertinggi sekalipun. Berapa
banyak kasus-kasus yang terjadi setiap harinya, seperti yang terjadi beberapa pekan
terakhir ini, misalnya kasus Bank century dan wisma atlit yang masih hangat ditelinga
masyarakat yang sampai sekarang belum terselesaikan, yang merugikan Negara
sampai ratusan milyar dan di tambah lagi kasus-kasus korupsi di daerah misalnya
di jawa barat, kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran yang menyeret mantan
gubernur jawa barat, di Bangka Belitung kasus gratifikasi yang menyeret mantan wakil
wali kota dan para mantan anggota DPRD Pangkalpinang dan masih banyak lagi yang
lainnya, seharusnya kasus-kasus ini tak semestinya terjadi mengingat bangsa
Indonesia adalah bangsa yang mayoritas beragama islam, timbul pertanyaan mengapa in terjadi? Itu semua terjadi dikarenakan
krisis keteladanan dari para pemeimpin
di negeri ini.
Dr. Muhammad Syafii Antonio, M.Ec
(2009) dalam bukunya “Muhammad SAW The Super Leader Super
Manager” mengatakan krisis terbesar dunia saat ini adalah krisis
keteladanan, akibat dari krisis ini jauh lebih dasyat dari krisis energi,
kesehatan, pangan, transportasi, dan air. Hal itu dikarenakan absennya pemimpin-pemimpin yang visioner, kompeten,
dan memiliki integritas tinggi, maka masalah kesehatan, pendidikan, system
peradilan, transportasi, air, dan konversi hutan akan semakin parah. Akibatnya,
semakin hari biaya pelayanan kesehatan semakin sulit terjangkau, manajemen
transportasi semakin amburadul, pendidikan semakin kehilangan nurani welas asih
yang berorientasi kepada akhlak mulia, sungai dan air tanah semakin tercemar
dan sampah meumpuk dimana-mana. Inilah permasalahan yang dialamai sebagian
besar Negara-negara didunia, termasuk Indonesia.
Merajalelanya
Virus Korupsi
Kebocoran anggaran dan
pelaksanaan pembangunan ternyata lebih parah dari masa orde baru. Jika dahulu
korupsi terkonsentrasi di pemerintahan pusat, kini tersebar merata di semua
lapisan birokrasi. Yang lebih memperhatinkan adalah korupsi dilakukan oleh
oknum penegak keadilan yang sejatinya bertugas membrantas korupsi seperti
kepolisisan, kejaksaan, dan pengadilan. Tak heran mengapa infrastruktur layanan
public di Negeri ini sangat memprihatinkan. Siapa yang dirugikan? Jawabannya
pasti rakyat karena jatah pembangunan proyek dan sarana public semakin kecil.
Tak heran mengapa infrastruktur layanan public di negeri ini sangat
memprihatinkan.
Kebocoran semakin menjadi-jadi
ketika system otonomi daerah (otda) belum bisa di pahami dan dilaksanakan dengan
jiwa dewasa dan penuh tanggung jawab. Sebagai contoh, untuk menjadi seorang
kepala daerah (Gubernur, Walikota atau Bupati) di pulau jawa atau daerah-daerah
tertentu di Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi, dibutuhkan biaya kampanye
minimal 7 miliar sampai dengan 15
miliar. Ketika para calon kepala daerah meminjam dari beberapa pengusaha dan
teman-temannya, ia langsung menjadi penghutang besar yang harus dibayar selama
masa pemerintahannya. Disinilah ia akan memulai tugas utama sebagai kepala
daerah dengan program “balik modal”. Program balik modal ini jelas tidak bisa
diharapkan dari gaji structural karena take-homepayment resmi para pejabat
itu tidak lebih dari 15 juta sampai
dengan 20 juta perbulan, mungkin jika ditambah berbagai tunjangan resmi mencapai 50 juta sampai dengan 100 juta.
Jikalau Rp 50 juta dikalikan 60 bulan masa jabatan maka total pendapatan resmi
dan halal kepala daerah hanya 3 milyar (Rp 50 juta x 60 bulan). Darimana ia
harus menutupi sisanya? Jawabannya yaitu dengan menitipkan persentase tertentu
dari APBD kepada kontraktor. Setiap kontraktor yang ikut tender harus siap
untuk menyetor 5,10 hingga 20 persen jika ingin menang. Demikian juga pemimpin
daerah akan mendapatkan income saat bendaharawan pemda melakukan pembayaran ke
kontraktor. Pimpinan pemda juga akan mendapatkan tambahan income non halal dari
setiap perijinan dan konsesi penambangan dan investasi yang dilakukan
diwilayahnya.
Alhamdulillah, sebagian besar
dari kepala daerah (Gubernur, Walikota dan
Bupati) tersebut beragama islam, mereka sholat, puasa ramadhan bahkan
hampir semua sudah menunaikan ibadah haji
dan umroh. Saya yakin dari waktu kewaktu mereka juga membaca sholawat
kepada rosullullah saw. Namun kita tidak tahu apakah beliau tersenyum kelu atau
menangis sedih ketika sholawat dikumandangkan tetapi kesejahteraan umatnya di
Injak-injak karena sebagian infrastruktur kesehatan, pendidikan, jalan dan
pengairan justru dirampas oleh mereka yang membaca sholawat kepadanya.
Menyambut
Pilkada Di Negeri Timah
Beberapa bulan lagi kursi nomor
satu di negeri yang kaya akan timah ini akan di perebutkan, berbagaimacam cara
dilakukan seperti datang kekampung-kampung untuk membagikan beras, baju dan
lain-lain sebagainya di tambah lagi janji-janji yang tidak bisa
dipertanggungjawabkan, yang pada hakekatnya hanya sebagai topeng untuk mendapatkan
simpati masyarakat, yang anehnya masyarakatpun inging di bodoh-bodohi oleh
mereka, alangkah hinanya cara-cara seperti itu. Sungguh malang nasib masyarakat
di negeri timah ini karena yang bakal jadi pemimpin ditanah kelahirannya adalah
orang-orang yang tidak diridhoi Allah, mengapa tidak karena dibalik pemberian
mereka ada sesuatu yang mereka harapkan, dan lebih parah lagi setelah mereka terpilih
mereka lupa akan janji-janji yang pernah mereka ucapkan. Tak layak kiranya jika
kursi nomor satu dinegeri yang kaya akan timah ini diisi oleh orang-orang yang munafik
dan tidak bertanggung jawab, yang karena ingin mendapatkan sesuatu harus
mengorbankan orang lain. siapa yang harus merubahnya?? Yang pasti adalah para
pemuda (mahasiswa) negeri ini.
Kita semua tau Para pemuda
(mahasiswa) mempunyai arti sendiri bagi negeri ini, bahwa selain belajar atau
melahap buku-buku demi kepentingan akademik, Mahasiswa harus ikut andil dalam
perubahan, kritis menyikapi setiap ketidak adilan. Gerakan pemuda (mahasiswa) telah
banyak dicatat oleh sejarah sebagai kelompok yang ikut andil dalam perubahan
sebuah bangsa. Sebagai contoh beberapa peristiwa penumpasan rezim seperti Juan
Peron di Argentina tahun 1955, Perez Jimenez di Venezuela tahun 1958, Soekarno
di Indonesia tahun 1966, Ayub Khan di Pakistan tahun 1969, Reza Pahlevi di Iran
tahun 1979, Ferdinan Marcos di Filipina tahun 1985, Chun Doo Hwan di Korea
Selatan tahun 1987 dan Soeharto di Indonesia tahun 1998 merupakan hasil dari
gerakan pemuda (mahasiswa), meskipun perjuangan ini tidaklah harus di bayar
dengan nyawa, darah dan air mata. Sejarah mencatat dengan
tinta emasnya, perjuangan pemuda (mahasiswa) dalam memerangi ketidak adilan.
Sejarah juga mencatat bahwa perjuangan bangsa Indonesia tidak bisa lepas dari
pemuda (mahasiswa) dan dari pergerakan pemuda (mahasiswa) akan muncul tokoh dan
pemimpin bangsa. Mudah-mudahan para pemuda di negeri timah ini bisa berkaca dari
peristiwa-peristiwa di atas, agar semangat untuk melawan ketidak adilan di Negeri
timah ini tidak hilang dimakan zaman yang telah habis kejujuran didalamnya.